Pornografi Deepfake Berstatus Darurat Nasional di Korea Selatan
Pornografi deepfake di Korea Selatan kini sudah memasuki status darurat sejak viralnya kasus New Nth Room. Presiden Korea Selatan telah mendesak pihak berwenang untuk berbuat lebih banyak guna “memberantas” kejahatan seks digital di negara tersebut, di tengah membanjirnya pornografi deepfake yang menyasar perempuan muda.
Pihak berwenang, jurnalis, dan pengguna media sosial baru-baru ini mengidentifikasi sejumlah besar grup obrolan tempat para anggotanya membuat dan berbagi gambar "deepfake" yang eksplisit secara seksual – termasuk beberapa gambar gadis di bawah umur.
Deepfake dibuat menggunakan kecerdasan buatan, dan sering kali menggabungkan wajah orang asli dengan tubuh palsu.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada hari Selasa menginstruksikan pihak berwenang untuk "menyelidiki secara menyeluruh dan menangani kejahatan seks digital ini untuk memberantasnya".
"Baru-baru ini, video deepfake yang menargetkan sejumlah orang yang tidak ditentukan telah beredar cepat di media sosial," kata Presiden Yoon pada rapat kabinet.
"Korbannya sering kali anak di bawah umur, sedangkan pelakunya sebagian besar adalah remaja."
Serangkaian grup obrolan yang terhubung ke sekolah dan universitas tertentu di seluruh negeri ditemukan di aplikasi media sosial Telegram selama seminggu terakhir.
Para pengguna, terutama pelajar remaja, akan mengunggah foto orang-orang yang mereka kenal – baik teman sekelas maupun guru – dan pengguna lain akan mengubahnya menjadi gambar pornografi deepfake yang tentunya mengandung unsur seksual.
Penemuan ini menyusul penangkapan pendiri Telegram kelahiran Rusia, Pavel Durov, pada hari Sabtu, setelah diduga terjadi pornografi anak, perdagangan narkoba, dan penipuan di aplikasi pengiriman pesan terenkripsi tersebut.
Baca Juga: Solusi Hukum Untuk Korban “Deepfake, AI-Crime”
Korea Selatan memiliki sejarah kelam dalam kejahatan seks digital.
Pada tahun 2019, terungkap bahwa sejumlah pria menggunakan ruang obrolan Telegram untuk memeras puluhan wanita muda agar melakukan tindakan seksual, dalam skandal yang dikenal sebagai nth-room. Pemimpin kelompok tersebut, Cho Ju-bin, dijatuhi hukuman 42 tahun penjara.
Kejahatan seks deepfake daring telah meningkat, menurut kepolisian Korea Selatan. Sebanyak 297 kasus dilaporkan dalam tujuh bulan pertama tahun ini, naik dari 180 kasus sepanjang tahun lalu dan 160 kasus pada tahun 2021. Remaja bertanggung jawab atas lebih dari dua pertiga pelanggaran selama tiga tahun terakhir.
Sementara itu, Korean Teachers Union meyakini lebih dari 200 sekolah telah terdampak dalam serangkaian insiden terbaru ini. Jumlah deepfake yang menargetkan guru telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, menurut Kementerian Pendidikan.
Park Ji-hyun, seorang aktivis hak-hak perempuan dan mantan pemimpin sementara Partai Demokrat, oposisi utama, mengatakan pemerintah perlu mengumumkan "keadaan darurat nasional" sebagai respons terhadap masalah pornografi deepfake di Korea Selatan.
"Materi pelecehan seksual deepfake dapat dibuat hanya dalam satu menit, dan siapa pun dapat memasuki ruang obrolan tanpa proses verifikasi apa pun," tulis Park di media sosial X.
"Insiden semacam itu terjadi di sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan universitas di seluruh negeri."
Sebenarnya, kasus pornografi deepfake ini bukan hanya menjadi permasalahan di Korea Selatan saja, tapi juga di seluruh negara termasuk Indonesia. Harus ada tindakan hukum yang tegas untuk para pelakunya serta pendampingan untuk para korban yang tentunya akan mengalami trauma berat akan kejadian ini.
Jika mengacu pada UU Pornografi, penyalahgunaan deepfake porn termasuk dalam unsur-unsur yang diatur di Pasal 1 angka 1 UU Pornografi sebagai berikut:
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Di dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi melarang setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
Kemudian, pelaku yang melanggar larangan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Pornografi.
Selain mengacu dari UU Pornografi di atas, juga bisa merujuk pada UU ITE dan perubahannya, UU PDP, UU Pornografi, atau UU 1/2023 tentang KUHP baru.
Jika Anda mengalami deepfake, segera hubungi pengacara yang berpengalaman di bidang media dan hukum terkait. Anda bisa menggunakan layanan pendampingan hukum oleh pengacara handal melalui aplikasi TNOS.
Dengan aplikasi TNOS, Anda bisa berkonsultasi dengan pengacara profesional dengan lebih nyaman dan tentunya lebih hemat. Download segera aplikasi TNOS, untuk para pengguna IOS, bisa download di App Store! Untuk Android, Anda bisa download melalui Playstore, ya! Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi VIA WA ke nomor 0811-9595-493 .
Komentar