Perkawinan Anak: Akhir Masa Kanak-kanak yang Menghancurkan

29/09/2024


Perkawinan anak atau pernikahan di bawah umur memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi kehidupan seorang gadis. Secara efektif, pernikahan dini mengakhiri masa kanak-kanaknya. Anak perempuan dipaksa menjadi dewasa sebelum mereka siap secara fisik dan mental. Anak perempuan yang menikah di bawah umur sering kali kehilangan hak mereka atas kesehatan, pendidikan, keselamatan, dan partisipasi. Terlebih lagi, pernikahan yang diatur sering kali berarti seorang gadis dipaksa menikah dengan pria yang, terkadang jauh lebih tua.

Anak perempuan yang menikah muda cenderung tidak melanjutkan sekolah, yang berdampak pada ekonomi seumur hidup. Mereka sering terisolasi, kebebasan mereka dibatasi. Mereka berisiko lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan seksual. Pengantin anak juga berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi berbahaya selama kehamilan dan persalinan, tertular HIV/AIDS, dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Perkawinan anak merupakan masalah global dan diperparah oleh kemiskinan.  Pernikahan dini merupakan masalah yang terjadi di berbagai negara, budaya, agama, dan suku bangsa. Pengantin dini dapat ditemukan di setiap wilayah di dunia. Faktor utama yang menempatkan seorang gadis pada risiko pernikahan dini meliputi kemiskinan, terutama di daerah pedesaan, serta hukum dan penegakan hukum yang lemah, persepsi bahwa pernikahan dini akan memberikan "perlindungan", hukum adat atau agama, dan norma gender yang tidak setara.

Di Afrika, diperkirakan 12 juta anak perempuan masih menikah setiap tahun . Meskipun ada kemajuan di seluruh dunia dalam mengurangi pernikahan dini dan kehamilan, berikut adalah negara-negara dengan tingkat pernikahan dini tertinggi:  Niger , Republik Afrika Tengah,  Mali ,  Mozambik , dan  Sudan Selatan.

Usia Menikah

Pernikahan dini yaitu pernikahan yang dilangsungkan pada usia kurang dari kesesuaian aturan yang berlaku. Pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan mengenai batasan usia minimal bagi pasangan yang ingin menikah. 

Hal ini tertuang dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun. 

Hal ini sudah sesuai dengan ketentuan Kemen PPPA, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam peraturan itu, disebutkan bahwa kategori anak adalah mereka yang usianya di bawah 18 tahun.

Sementara itu, Lembaga pemerintahan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memiliki rekomendasi usia pernikahan bagi masyarakat. Menurut BKKBN usia ideal menikah bagi perempuan adalah minimal 21 tahun. Sementara usia menikah ideal pria adalah minimal 25 tahun.

Rekomendasi ini didasari beberapa pertimbangan:

  • Usia psikologis yang masih labil akan mempengaruhi pola pengasuhan anak.
  • Kematangan usia dan mental dapat berdampak pada gizi serta kesehatan anak.
  • Pernikahan dini dapat menempatkan remaja putri dalam risiko kesehatan atas kehamilan dini.
  • Adanya potensi kanker leher rahim atau kanker serviks pada remaja di bawah 20 tahun yang melakukan hubungan seksual.

Dampak dari kehamilan perkawinan anak

Melansir dari save children, setiap tahun, sekitar 17 juta anak perempuan melahirkan. Kehamilan dan persalinan paksa di usia muda, yang sering kali merupakan akibat dari pernikahan dini, ketika tubuh anak perempuan belum cukup matang secara fisik untuk melahirkan tanpa komplikasi, juga dapat mengakibatkan konsekuensi yang menghancurkan.

Komplikasi selama kehamilan dan persalinan merupakan penyebab kematian nomor satu bagi anak perempuan usia 15-19 tahun di seluruh dunia. Dan bayi yang lahir dari ibu remaja menghadapi risiko kematian yang jauh lebih tinggi, dengan kemungkinan lebih tinggi mengalami berat badan lahir rendah, kekurangan gizi, dan keterbelakangan. Ibu muda cenderung tidak bersekolah, dan karena itu lebih mungkin mengalami kesulitan ekonomi.

Sanksi Memaksa Perkawinan Anak

Memaksa anak yang dibawah umur untuk menikah merupakan perbuatan melawan hukum yang dilarang. Memaksa menikahkan anak di bawah umur dengan alasan apapun dapat dikenakan hukuman pidana. Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan pada 12 April 2022 lalu. Merujuk pada Pasal 10 undang-undang ini, berbagai bentuk pemaksaan perkawinan, termasuk di antaranya perkawinan anak, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.

Baca Juga: Modus Pelecehan Seksual Grooming Pada Anak Yang Sedang Viral


Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut tentang masalah hukum, silakan hubungi mitra pengacara profesional TNOS dengan menggunakan layanan pendampingan hukum.


Dengan aplikasi TNOS, Anda bisa berkonsultasi dengan pengacara profesional dengan lebih nyaman dan tentunya lebih hemat.  Download segera aplikasi TNOS, untuk para pengguna IOS, bisa download di App Store! Untuk Android, Anda bisa download melalui Playstore, ya! Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi VIA WA ke nomor 0811-9595-493 . 





hukum konsultasi perdata


Komentar

whatsapp