Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Berikut Penyebab dan Hukum Yang Mengaturnya

01/09/2024

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau domestic violence, menurut Pasal 1 UU PKDRT didefinisikan sebagai, “ ...perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Di Indonesia, perlindungan terhadap korban KDRT telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam Pasal 5 UU tersebut menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan KDRT terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara:

  • Kekerasan fisik
  • Kekerasan psikis
  • Kekerasan seksual
  • Penelantaran rumah tangga

Meski sudah ada UU yang mengatur perlindungan KDRT, sayangnya kasus kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi. 

Penyebab KDRT

  • Faktor ekonomi

Penyebab KDRT yang paling umum adalah karena adanya faktor ekonomi, yang tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Menurut Kementerian PPPA, apabila pasangan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur, maka dapat meningkatkan risiko terjadinya KDRT hingga 1,36 kali. 

  • Perselingkuhan

Adanya perselingkuhan dalam rumah tangga, menyebabkan hubungan suami istri menjadi tidak harmonis dan memicu terjadi konflik rumah tangga, yang berisiko menjadi penyebab KDRT, seperti  kekerasan fisik, kekerasan verbal maupun kekerasan seksual. Perempuan akan dibanding-bandingkan dengan selingkuhannya, dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh suami. 

  • Pendidikan

Dengan adanya budaya patriarki, maka ada yang menganggap bahwa pendidikan perempuan tidak boleh lebih tinggi daripada laki-laki. Sehingga suami dapat memberdayakan istri dan bisa menjadi penyebab KDRT. 

  • Cemburu

Penyebab KDRT bisa juga karena rasa iri atau cemburu dari pasangan.  Bukan hanya cemburu atas kedekatan pasangan dengan orang lain, tapi bisa juga berbagai hal. Masalah yang tampaknya kecil dapat diperbesar oleh pasangan yang berniat jahat dan digunakan sebagai alasan untuk menyerang pasangan mereka.

  • Kecanduan

Kecanduan terhadap minuman beralkohol ataupun obat-obatan terlarang juga menjadi salah satu penyebab KDRT yang sering terjadi. Biasanya saat pasangan berada dalam pengaruh kuat alkohol atau obat-obatan terlarang, sangat mungkin untuk melakukan tindakan kekerasan.

  • Masalah mental

Kerap kali, orang yang melakukan KDRT memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan atau pernah mengalami kejadian yang sama dan menyebabkan trauma sehingga ada kemungkinan akan melakukan hal yang sama ketika dewasa. 

Selain itu juga penyebab KDRT lainnya yang terkait dengan masalah mental adalah orang-orang yang menderita skizofrenia atau gangguan bipolar. Mereka dengan gangguan kesehatan mental ini mungkin merasa sulit untuk mengelola emosi. 

Itulah beberapa faktor penyebab KDRT yang umum terjadi. Jika Anda mengalami atau melihat tindakan ini sebaiknya melaporkan kejadian ini pada yang berwajib. Kekerasan dalam rumah tangga sendiri merupakan siklus yang berulang. Oleh sebab itu jangan mengabaikannya dan laporkan.

Hukum Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UU KDRT termuat dalam Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). UU KDRT ini memuat aturan, larangan, hingga sanksi pidana bagi tindak KDRT.

Undang undang ini merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Lebih lanjut, dalam Pasal 2 UU PKDRT ruang lingkup dari undang-undang ini tidak hanya berlaku terhadap perempuan saja, tapi juga pihak-pihak yang menjadi lingkup dan dilindungi dalam UU PKDRT, antara lain: 

  • Suami, istri, dan anak;
  • Orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan, dan yang menetap dalam rumah tangga;
  • Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut.

Tujuan Dibentuk UU KDRT

Tujuan dari adanya UU KDRT dalam Pasal 4, meliputi:

1) mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;

2) melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;

3) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga;

4) memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga 

Sesuai dengan Pasal 10, UU PKDRT, maka korban KDRT memiliki hak sebagai korban, diantaranya:

  • Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
  • Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
  • Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
  • Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  • Pelayanan bimbingan rohani.

Sanksi Pelaku KDRT

Pasal 44
  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). 
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 
  3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). 
  4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 45
  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). 
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 46

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 47

Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 48

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang: 

  1. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); 
  2. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).


Bagi Anda yang sedang mengalami masalah hukum dan membutuhkan bantuan pengacara untuk menyelesaikannya, Anda bisa menggunakan layanan komprehensif solusi hukum dari aplikasi TNOS. Mitra pengacara TNOS siap membantu dan melayani Anda dengan segenap hati. 

Buat para pengguna IOS, Aplikasi TNOS bisa download di App Store! Untuk Android, Anda bisa download aplikasi TNOS melalui Playstore, ya! Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi VIA WA ke nomor 0811-9595-493


hukum konsultasi perdata


Komentar

whatsapp