Literasi Finansial Digital di tengah Penipuan Investasi dan Pinjaman Online Ilegal
Pemanfaatan teknologi secara mendunia saat ini bisa dikatakan berada dalam titik kembang yang pesat dan maju yang potensinya bahkan dapat terus lebih lanjut meningkat di waktu depan. Tidak berbeda dengan Indonesia, transformasi ke arah ranah digital setidaknya sudah atau perlahan-lahan dirasakan oleh segenap masyarakat. Layanan maupun jasa berbasis digital atau online sudah banyak ditemukan untuk melengkapi dan membantu berbagai jenis kebutuhan para konsumen. Kemudahan akses yang ditawarkan oleh layanan/jasa tersebut juga dapat mempercepat proses pencarian, transaksi hingga terpenuhinya keperluan konsumen, sementara bagi para penyedia layanan hal ini mampu memangkas biaya operasional perusahaan mereka.
Dalam sektor industri keuangan juga tidak terlepas dari inovasi dan transformasi digital, selebihnya dengan pertumbuhan dalam industri keuangan berbasis teknologi atau dikenal dengan Financial Technology (Fintech) yang juga mulai sering ditemukan. Dengan adanya produk atau layanan jasa yang menyediakan berbagai bentuk aktivitas serta kepentingan terkait keuangan dalam akses yang berbasis digital, tidak heran bagi masyarakat konsumen untuk menikmati fitur yang tersedia tanpa perlu repot lebih lanjut. Berbagai macam produk fintech dapat diakses untuk membantu memenuhi keperluan finansial konsumen baik untuk sekedar transaksi pembayaran, riset keuangan, hingga produk investasi dan pinjaman online atau Peer-to-Peer Lending (P2P) yang saat ini sedang merambah atau populer untuk dicari oleh masyarakat.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa beberapa dari produk keuangan atau fintech yang tersedia untuk masyarakat tersebut tidak benar-benar memberikan sesuai dengan apa yang ditawarkan atau dijualkan. Dalam konteksnya bermaksud kepada banyak kasus terkait dengan produk layanan jasa ilegal yang bertopengkan praktik penipuan, banyaknya dari kasus tersebut marak ditemukan terutama pada produk investasi atau pinjaman online ilegal.
Sepantas tidak heran jika bagi para masyarakat yang ingin menggunakan produk layanan investasi serta pinjaman dana melalui layanan berbasis digital sebab menyediakan akses praktis dan mudah begitu juga banyak penawaran yang menggiurkan bagi mereka. Perkembangan teknologi juga mempermudah bagi perusahaan-perusahaan industri keuangan untuk mengelola membuat fasilitas dalam bentuk media layaknya seperti aplikasi. Tak sedikit juga dari masyarakat yang ingin menemukan solusi cepat untuk kebutuhan atau permasalahan keuangan mereka sehingga beralih dengan mencari layanan investasi ataupun pinjaman online tersebut.
Hal ini juga membuka kesempatan bagi pihak yang tak bertanggung jawab untuk memanfaatkan inovasi digital dalam menyelenggarakan praktik penipuan melalui layanan produk fintech. Terutama seperti pada produk investasi dan pinjaman online yang secara umumnya kini banyak menarik perhatian masyarakat.
Layanan fintech terkait investasi tidak resmi atau bodong dan pinjaman online atau pinjol ilegal sekiranya menjadi permasalahan yang sedang kerap dihadapi oleh masyarakat, pasalnya sebagian dari masyarakat setidaknya telah menjadi korban dari beberapa praktik penipuan yang berasal dari kedua jenis layanan produk tersebut. Tercatat kerugian investasi ilegal sepanjang Januari-Agustus 2022 mencapai Rp2,9 triliun, sedangkan selama satu dekade terakhir sampai tahun 2021 kerugian pinjol ilegal yang dialami oleh masyarakat terdapat sekitar Rp114,9 triliun.
Ciri-ciri penipuan pinjaman online yang cenderung ditemukan meliputi persyaratan yang dianggap terlalu mudah setidaknya dibandingkan peminjaman konvensional, seperti proses pengecekan histori calon peminjam yang dilewati. Kemudian pihak pemberi pinjaman/kreditur dapat terkesan mengejar bahkan hingga memaksa dalam menawarkan berbagai tambahan atau fasilitas yang di luar akal. Adapun pemenuhan informasi pribadi yang diminta perusahaan melebihi dari batas nama, e-mail, nomor KTP, dan telepon. Adapun juga biaya administrasi yang berjumlah besar dari dana yang sewajarnya, misal melebihi jumlah satu juta rupiah. Informasi perusahaan tersebut sendiri dapat dicek apabila kurang jelas serta dengan detail permintaan buka akses yang diminta oleh aplikasi, lebih rawan lagi jika layanan bukan berbasis aplikasi melainkan lewat sosial media ataupun grup chat. Praktik penipuan pinjol kemudian dapat ditemukan penerapan unsur teror atau intimidasi dengan penyelewengan data pribadi peminjam, seperti ancaman teror penghinaan atau pencemaran nama baik, jika pembayaran tidak terpenuhi sesuai ‘kesepakatan’.
Sementara untuk ciri-ciri investasi bodong atau ilegal dapat dihindari dengan juga memperhatikan penawaran yang diberikan oleh produk investasi, seperti keuntungan atau imbalan tidak wajar dalam waktu yang cepat dengan modal sedikit. Salah satu karakteristik bentuk praktik yang cenderung ditemukan pada investasi bodong adalah skema Ponzi/Ponzi Scheme seperti bentuk skema piramida atau juga identik dengan skema Money Game. Skema ini melibatkan pendekatan member get member, pengandalan terhadap perekrutan investor baru yang berujung pada pengumpulan dan penanaman modal terhadap produk atau bisnis, hanya kemudian untuk mengisi kantong promotor awal dan selanjutnya menghilang serta membawa kabur uang investor. Dalam hal ini para investor jika tidak cermat terhadap produk investasi yang mereka pilih dapat beralih-alih rekrut menjadi agen dengan ditawarkan tingkat komisi tinggi, bukan layaknya seperti klien atau investor potensial yang dilayani oleh penyedia produk investasi.
Praktik penipuan berbasis digital yang digiatkan oleh pelaku “perusahaan fintech” tehadap masyarakat atas penawaran investasi dan pinjaman online ilegal tentunya merupakan permasalahan yang perlu diberantas karena telah menimbulkan banyak korban yang rugi, baik secara materiil maupun immateriil. Dengan konteks penipuan yang secara terang merupakan pelanggaran maka dalam hal ini penerapan hukum pidana dapat berlaku, sesuai kandungan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 378 tentang penipuan dengan ancaman pidana penjara 4 (empat) tahun.
Lebih lanjut bila benar ditemukan unsur penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan oleh pihak penyedia layanan terhadap pelanggan demi maka dapat terjerat Pasal 368 atas Pemerasan dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. Sedangkan jika terdapat unsur ancaman baik lisan maupun tulisan atau dengan membuka rahasia dapat terjerat Pasal 369 atas Pengancaman dan dapat terancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Selain itu, pelaku investasi serta pinjaman online ilegal dapat turut melanggar Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Terkait praktik penipuan, konteks pada Pasal 28 ayat (1) dapat dikenakan kepada siapapun dalam transaksi elektronik menyebarkan berita bohong atau menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen, pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) kemudian sesuai Pasal 45A dapat dikenakan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda maksimal Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sesuai dengan Pasal 27 ayat (4) dapat berlaku jika unsur pemerasan dan/atau pengancaman dengan ancaman paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Adapun juga dapat terjerat oleh Pasal 29 tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Ancaman berupa penyebaran data pribadi dapat dikenakan Pasal 32 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Rawannya bagi sebagian masyarakat untuk terjebak dalam skema investasi bodong ataupun terlilit oleh praktik pinjol ilegal hingga saat ini masih menjadi tantangan dalam menghadapi maraknya praktik fintech ilegal demikian. Di satu sisi dapat dikarenakan yang belum memahami karakteristik investasi, sehingga cenderung lebih tergiur oleh penawaran yang dijanjikan oleh produk investasi dan pinjaman online. Dalam hal ini maka edukasi atau literasi keuangan digital merupakan upaya lebih lanjut untuk mencegah kerugian dari maraknya kasus fintech ilegal.
Saat ini pihak seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan pihak terutama dalam mengatasi maraknya praktik investasi bodong dan pinjaman online ilegal sebagaimana perusahaan yang mengoperasikan praktik tersebut sudah jelas merupakan perusahaan yang berjalan tanpa izin dan pengawasan dari OJK. OJK dalam hal ini aktif dalam mencari serta memblokir entitas dan pinjaman online ilegal yang tugasnya dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) meliputi penutupan akses terhadap situs/website maupun juga aplikasi.
Akan tetapi pemblokiran situs web maupun aplikasi oleh SWI belum tentu bisa mengatasi kehadiran praktik fintech yang ilegal, sebagaimana upaya pemblokiran cenderung berjangka pendek dengan mudahnya bagi para pelaku investasi bodong dan pinjol ilegal untuk membuat produk layanan serupa. Kewaspadaan dan kebijakan masyarakat dalam memilih produk investasi dan pinjaman online lanjut kedepannya dapat mencegah korban penipuan fintech ilegal yang selanjutnya.
Hal-hal yang dapat diperhatikan oleh masyarakat pertama-tama dengan melakukan riset terhadap perusahaan penyedia produk investasi maupun pinjaman online apabila secara resmi terdaftar di lembaga resmi OJK. Untuk menghadapi penipuan investasi ilegal, dapat memastikan untuk menghindari janji investasi dengan tingkat keuntungan yang tidak wajar serta program penjualan produk yang tidak selaras atau signifikan di pasaran. Kemudian dapat juga memastikan pondasi bisnis dan fokus utama, jika pendapatan datang lebih banyak perekrutan investor baru dan bukan dari penjualan produk investasi. Perhatikan struktur organisasi yang ada pada program investasi, verifikasi jika perusahaan investasi memiliki koneksi luar dengan pasar luar negeri yang dapat dibenarkan absahnya.
Sedangkan untuk menghindari penipuan pinjol ilegal, pastikan untuk mengecek legalitas dan rekam jejak digital perusahaan pinjol. Memastikan diri terhadap besar pinjaman yang diajukan untuk sesuai dengan kemampuan bayar serta kebutuhan yang produktif. Sebelumnya juga dapat memastikan untuk memahami hal seperti manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan resiko. Adapun juga pengawasan ekstra terhadap pencurian data pribadi, perhatikan data informasi serta akses yang diminta oleh penyedia pinjaman online yang tidak wajar atau tanpa persetujuan pemilik.
Menghasilkan atau mengatasi permasalahan uang dalam waktu cepat dan mudah memang merupakan penawaran yang menggiurkan bagi siapapun, terutama dengan perkembangan teknologi dalam fintech yang saat ini semakin mempermudah untuk melakukan aktivitas atau memenuhi kepentingan terkait keuangan. Maraknya produk investasi dan pinjaman online yang menawarkan akses penanaman modal serta pinjaman dana yang juga lebih mudah diakses oleh pengguna maka dari itu menggiurkan, tetapi penyalahgunaan kedua jenis produk oleh oknum tidak bertanggung jawab juga rawan telah merugikan banyak korban. Selain perlu adanya literasi finansial digital, literasi terhadap hukum juga bisa diterapkan, lho. Sekarang bisa lebih mudah lagi dengan aplikasi TNOS yang memberikan layanan untuk segala kebutuhan hukum. Melalui Mitra Pengacara, layanan advokasi serta advis hukum dapat diberikan dengan Pendampingan/Konsultasi Hukum tanpa ribet dan praktis hanya dalam genggaman telepon pintar. Akses untuk legal lebih mudah dan efisien dengan praktisi hukum yang berkualifikasi dan terverifikasi biar lebih #AmanTerkendali.
Pantau terus artikel-artikel TNOS lainnya di bawah ini biar kamu makin #SimplySecureAndProtected
Komentar