Masalah Hukum: Penelantaran Rumah Tangga Oleh Suami, Benarkah Termasuk KDRT?
Masalah hukum yang paling sering terjadi pada kehidupan pernikahan adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya KDRT salah satunya adalah faktor ekonomi. Misalnya penghasilan atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akibat pengaturan keuangan yang salah, pengaturan keuangan yang tidak jujur, suami dan istri perhitungan dalam mengelola uang. Ada juga perselisihan atau pertengkaran yang disebabkan karena suami pelit dalam memberikan nafkah kepada istrinya, sehingga istri mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU PKDRT yang menerangkan bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Mungkin masih banyak dari masyarakat yang belum tahu, bahwa KDRT tidak selalu berupa tindak kekerasan fisik saja, tapi juga ada beberapa jenis bentuk KDRT, yaitu:
Baca Juga: Penyebab KDRT Yang Umum Terjadi
Berdasarkan penjelasan terkait jenis KDRT, suami yang melakukan penelantaran rumah tangga termasuk salah satu jenis tindakan KDRT. Jika masalah hukum penelantaran rumah tangga terjadi karena akibat dari perbuatan suami yang pelit dalam hal memberikan nafkah kepada istri dan mengakibatkan istri menderita secara psikis, seperti istri meminta uang kepada suami untuk membeli kebutuhan rumah tangga tetapi tidak diberikan, justru malah menyakiti hati istri atau memakinya. Maka tindakan suami yang pelit tersebut masuk dalam kategori bentuk kekerasan psikis.
Kemudian apakah suami yang pelit dalam hal keuangan bisa dipidana? Menurut Kementerian Hukum dan HAM, jika unsur-unsur tindak pidana kekerasan psikis terpenuhi, seperti berakibat ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, maka suami bisa dipidana dengan catatan istri harus membuat pengaduan atau delik aduan kepada pihak berwajib.
Selain itu, jika suami yang pelit dalam memberikan nafkah dan berakibat istri terlantar, maka perbuatan suami tersebut masuk dalam kategori penelantaran rumah tangga. Larangan penelantaran terhadap istri yang menjadi tanggungan suami diatur dalam Pasal 9 ayat (1). Dalam pasal 9 ayat (1) tersebut dikatakan “setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut."
Adapun sanksi bagi pelaku penelantaran tercantum dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Dan sanksi bagi pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga tercantum dalam Pasal 45 dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,- (sembilan juta rupiah). Jika akibat dari kekerasan psikis tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, maka pelaku dipidana, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pada prinsipnya dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan sudah mengatur dengan jelas kewajiban suami dan istri, yaitu suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaiknya-sebaiknya.
Baca Juga: UU KDRT dan Sanksi Pidananya
Jika Anda mengalami tindak KDRT dalam kasus penelantaran rumah tangga dan tidak tahu harus berbuat apa. Yang dapat Anda lakukan adalah mencari nasihat atau pendampingan hukum oleh pengacara yang berpengalaman dalam urusan rumah tangga.
Anda bisa menggunakan layanan pendampingan hukum oleh pengacara handal melalui aplikasi TNOS. Dengan aplikasi TNOS, Anda bisa berkonsultasi dengan pengacara profesional dengan lebih nyaman dan tentunya lebih hemat. Bagi Anda yang ingin mendapatkan pendampingan hukum dengan mitra pengacara profesional TNOS, bisa mengikuti beberapa langkah berikut ini:
Jika sudah, maka pengacara pendampingan hukum akan mendampingi dan memberikan solusi hukum atau menyelesaikan masalah hukum Anda. Selamat mencoba!
Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi VIA WA ke nomor 0811-9595-493 .
Komentar