Layanan Konsultasi Hukum: Perlindungan Hukum Pada Debitur
Layanan konsultasi hukum oleh pengacara yang memadai dan mudah saat ini memang sangat dibutuhkan mengingat banyaknya masyarakat yang tidak paham hukum. Banyak masyarakat yang tidak paham hukum ini akhirnya terjerat persoalan hukum yang merugikan diri mereka sendiri.
Salah satu kasus yang paling banyak masyarakat awam alami adalah terkait pinjaman pribadi atau pinjaman online. Banyak dari mereka sebagai debitur yang ditagih secara kejam oleh oknum yang mungkin melakukan pengancaman untuk menyebarkan data pribadi atau menyita barang secara paksa jika tidak membayar. Lalu, bagaimana pandangan hukum terkait masalah tersebut?
Pinjaman pribadi atau Pinpri biasanya mengenakan bunga kepada peminjamnya (debitur) sebanyak 35-40% per hari dengan jatuh tempo 24-48 jam. Jika membandingkannya dengan pinjam dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat bunga pada pinjamannya sangat jauh dari angka tersebut. bagaimana disepakati oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), batas maksimum tingkat bunga fintech adalah 0,4% per hari, termasuk biaya-biaya lain.
Calon debitur untuk mengajukan pinjaman hanya perlu melampirkan foto KTP, kartu keluarga, akun media sosial, dan informasi tempat tinggal. Setelah melampirkan dokumen-dokumen tersebut, dana akan dicairkan kepada debitur. Cara atau persyaratan yang dianggap mudah dan cepat ini lebih menarik minat calon peminjam.
Namun perlu digarisbawahi, pinpri dilakukan secara orang perorangan atau pribadi. Pinpri bukan merupakan pelaku usaha jasa keuangan (“PUJK”) yang terdaftar dan diawasi OJK. Sehingga OJK tidak dapat melakukan pengawasan dan penindakan terhadap jasa pinjaman pribadi.
Lalu, bagaimana jika ada oknum yang melakukan pengancaman menyebarkan data pribadi atau menyita secara paksa paksa barang debitur jika tidak membayar pada saat jatuh tempo? Apakah sebagai debitur memiliki hak perlindungan secara hukum?
Baca Juga: Tidak Membayar Pinjaman Online, Apa Sanksinya?
Penetapan bunga yang tinggi dalam suatu pinjaman merupakan suatu penyalahgunaan keadaan (undue influence atau misbruik van omstandigheden) yang dikenal dalam hukum perdata. Penyalahgunaan keadaan merupakan salah satu bentuk cacat kehendak, sehingga seseorang yang dirugikan dapat mengajukan pembatalan perjanjian. Debitur pinpri dalam hal ini dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan atas dasar penyalahgunaan keadaan, dengan dalil bahwa perjanjian itu sebenarnya tidak ia kehendaki.
Jika pihak kreditur melakukan penyebaran data pribadi jika terlambat melakukan pembayaran, hal tersebut sudah termasuk dalam tindak pidana. Sebagaimana tertera dalam Pasal 65 ayat (2) jo. Pasal 67 ayat (2) UU PDP menyatakan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
Untuk lebih jelas terkait masalah tersebut, Anda juga bisa menggunakan layanan konsultasi hukum via Video Call dengan pengacara melalui aplikasi TNOS yang lebih mudah dan efektif.
Baca Juga: Tips Hindari Pencurian Data Oleh Pinjol
Lalu, bagaimana jika oknum kreditur melakukan penyitaan barang secara paksa? Perlu Anda ketahui, pada layanan kredit perbankan dibutuhkan objek jaminan atas suatu utang. Jaminan tersebut dapat berupa fidusia untuk benda bergerak, hak tanggungan untuk tanah dan/atau rumah, dan hipotik untuk kapal. Dalam hal ini, pihak perbankan selaku kreditur dapat melakukan penyitaan atau eksekusi atas objek jaminan milik debitur dengan prosedur tertentu seperti dengan putusan pengadilan apabila kredit debitur macet.
Sementara itu, untuk layanan pinjol memang memungkinan untuk menerima objek jaminan seperti perbankan sebagaimana diatur di dalam POJK 10/2022. Namun, biasanya layanan pinjol tidak memerlukan agunan atau benda untuk dijaminkan. Lebih lanjut, umumnya nilai utang debitur pinjol tidak begitu besar sehingga tidak memerlukan objek jaminan.
Jika dalam hutang pinjol tidak ada jaminan atas hutang maka kreditur tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan terhadap barang debitur. Namun, jika pinjaman tersebut disertai dengan jaminan, maka kreditur memiliki wewenang untuk melakukan eksekusi objek jaminan.
Jika ada oknum yang mengambil paksa barang atau harta debitur tanpa hak merupakan suatu perbuatan melawan hukum dimana debitur dapat mengajukan gugatan perdata atasnya. mengambil barang debitur secara paksa juga dapat dijerat dengan pasal pencurian sebagaimana diatur di dalam Pasal 362 KUHP atau Pasal 365 ayat (1) KUHP apabila disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Jika dipadankan dengan KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, maka dapat dikenakan Pasal 476 UU 1/2023 tentang tindak pidana pencurian atau Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023 jika tindak pidana pencurian dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Jika Anda berminat untuk mengetahui informasi lebih lanjut terkait perlindungan hukum pada debitur, Anda bisa menggunakan layanan konsultasi hukum dengan pengacara via Video Call melalui aplikasi TNOS yang lebih mudah dan efektif.
Bagi Anda yang berminat untuk melakukan konsultasi hukum dengan pengacara profesional lewat video call di aplikasi TNOS, bisa mengikuti beberapa langkah berikut ini:
Baca Juga: Cara Konsultasi Hukum Video Call Lewat Aplikasi Bisa Sambil Rebahan
Anda sudah bisa melakukan konsultasi hukum dengan mitra pengacara TNOS yang profesional untuk mendapatkan solusi terkait masalah hukum yang sedang Anda alami. Selamat mencoba! Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa WA ke nomor 0811-9595-493
Komentar