Hal Yang Bisa Dilakukan Ketika Dihalangi Bertemu Anak Setelah Perceraian
Kasus dihalangi bertemu anak setelah perceraian merupakan kasus yang cukup sering terjadi. Padahal, setelah bercerai, baik ibu atau ayah tetap wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak.
Di Indonesia, hak asuh anak umumnya jatuh kepada pihak ibu (terutama jika anak berusia kurang dari 12 tahun). Hal ini merujuk pada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyebutkan: “Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.”
Selain itu, merujuk pada beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang menegaskan anak yang berada dibawah 12 tahun diprioritaskan untuk diasuh oleh Ibunya.
Putusan MA RI No. 27 K/AG/1982 tanggal 30 Agustus 1983 dan Putusan MA No.126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 :
“Anak yang belum berumur 12 tahun seyogyanya hak asuhnya diserahkan kepada ibunya sepanjang ibunya memenuhi persyaratan selaku pemegang hak hadhanah.”
Putusan MA RI No. 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 :
“Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika anak belum berusia 12 tahun, hak asuh tersebut jatuh ke tangan ibunya. Kendati demikian, sang ayah tetap wajib menanggung biaya kebutuhan anak.
Lalu bagaimana jika pihak ibu melarang sang anak untuk bertemu dengan ayahnya? Sebenarnya, hak ayah tetap bertemu anaknya dilindungi oleh UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak. Artinya, kedua undang-undang tersebut memberikan gambaran bahwa anak mempunyai hak untuk dididik dan dibesarkan bersama oleh kedua orang tuanya tanpa ada yang dikecualikan.
Pasal 14 UU 35/2014
Menerangkan bahwa dalam hal terjadi pemisahan anak dengan orang tua, misalnya pemisahan akibat perceraian, maka anak tetap berhak bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua orang tuanya.
Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan :
“Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.”
Langkah pertama yang bisa seorang ayah lakukan jika dihalangi bertemu anak setelah perceraian adalah mengupayakan dengan jalur komunikasi yang baik. Hal ini dilakukan agar persoalan dapat terselesaikan dengan jalan bermusyawarah tanpa harus ada masalah.
Tidak sedikit pasangan cerai yang akhirnya tidak mencapai persetujuan yang adil dan baik. Sehingga terjadi proses dihalangi bertemu anak setelah perceraian. Jika melakukan komunikasi dengan baik tidak berhasil, langkah yang dapat diambil adalah membuat aduan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Pihak KPAI nantinya akan mencoba melakukan mediasi dengan memanggil pihak ibu dari anak dan ayah dari anak.
Jika kedua cara di atas masih belum berhasil untuk menjadi solusi bagi ayah yang dihalangi bertemu anak setelah perceraian maka bisa mencoba untuk mengajukan gugatan pencabutan hak asuh anak ke Pengadilan.
Jika orangtua pemegang hak asuh anak tidak memberikan akses, maka orangtua yang tidak mendapatkan hak asuh anak memiliki hak untuk mengajukan gugatan pencabutan hak asuh anak ke Pengadilan Agama.
Sedangkan untuk orang tua yang beragama Non Muslim (Kristen, Katolik,Hindu, Budha dan Konghucu) yang tidak mendapatkan akses bertemu anak, dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan permintaan pencabutan hak asuh anak dengan dasar SEMA No. 1 Tahun 2017, Rumusan Kamar Perdata Poin d yang menyebutkan:
”Hak ibu kandung mengasuh anak di bawah umur setelah terjadi perceraian dapat diberikan kepada ayah kandung sepanjang pemberian hak tersebut memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak, dengan juga mempertimbangkan kepentingan / keberadaan / keinginan si anak pada saat proses perceraian.”
Jika masalah hak asuh anak belum mencapai titik terang, Anda bisa melakukan konsultasi hukum online klik di sini atau download aplikasi TNOS di Google Play Store atau hubungi layanan Customer Service TNOS di +6281-1959-5493 untuk info selengkapnya
Komentar