Simak Hukum untuk Penyebaran Ujaran Kebencian
Semakin bebasnya hubungan manusia baik secara langsung maupun melalui internet membuat ujaran kebencian semakin marak dan tak terhindarkan. Ujaran kebencian ini tentu tak dapat dibiarkan karena dapat mempengaruhi citra seseorang sekaligus merusak hubungan sosial antar manusia itu sendiri. Berikut akan dijabarkan bagaimana hukum mengatur penyebaran ujaran kebencian.
Sebelum memahami hukum untuk penyebaran ujaran kebencian, pahami dulu apa makna dari ujaran kebencian. Ujaran kebencian atau hate speech adalah komunikasi yang dilakukan seseorang dengan berbagai macam bentuk seperti provokasi, hujatan, hasutan, atau hinaan kepada orang lain yang dapat mengarah ke hal-hal seperti SARA, warna kulit, disabilitas, kewarganegaraan, hingga orientasi seksual.
Ujaran kebencian ini dapat dilontarkan seseorang baik melalui tulisan, perkataan, perbuatan, serta konten tertentu yang umumnya bertujuan untuk menjatuhkan citra atau reputasi seseorang. Ujaran kebencian dapat dilontarkan pada berbagai media seperti media sosial, media massa, ceramah, orasi, dan spanduk.
Baca juga: Dapat Ancaman Penyebaran Aib? Ini Hukumnya
Di Indonesia, terdapat Undang-Undang yang mengatur penyebaran ujaran kebencian baik secara umum (termuat dalam KUHP), maupun dalam konteks transaksi elektronik (termuat dalam UU ITE). Undang-undang terkait ujaran kebencian diatur dalam KUHP Pasal 156 dan 157 (penjabaran perilaku ujaran kebencian dan hukumannya) serta Pasal 310, 311, dan 315 (tindakan-tindakan yang dianggap sebagai ujaran kebencian).
Pasal 156 berisi tentang hukuman penjara selama maksimal empat tahun dan denda maksimal Rp4.500 kepada mereka yang menyatakan permusuhan, kebencian, serta penghinaan untuk orang lain di depan umum, sedangkan Pasal 157 membahas tentang penyebaran tulisan atau gambar yang mengandung unsur kebencian, permusuhan, atau hinaan kepada orang lain di tempat umum akan mendapat hukuman penjara maksimal dua tahun serta denda maksimal Rp4.500.
Sementara itu, Pasal 310 menjelaskan tentang penistaan terhadap seseorang (menyerang kehormatan dan nama baik), Pasal 311 menjelaskan tentang fitnah (menyebar berita palsu dan tuduhan tidak benar), sedangkan Pasal 315 menjelaskan tentang penghinaan kepada orang lain secara sengaja tanpa sifat menista. Mengenai detail terkait sifat menista, dapat ditanyakan pada para konsultan hukum yang ahli melalui aplikasi TNOS.
Dalam kaitannya dengan perilaku pada media sosial dan transaksi elektronik, UU ITE juga telah mengatur pasal-pasal untuk penyebaran ujaran kebencian yakni pada Pasal 27 Ayat 3. Pasal ini berisi larangan bagi setiap orang untuk mendistribusi, mentransimisi, atau memberi akses terhadap dokumen atau informasi elektronik yang mengandung muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
Baca juga: Jerat Hukum Terkait Penyebaran Gambar yang Di-Edit
Seperti yang telah dijelaskan di atas, ujaran kebencian dapat menyerang hal-hal seperti SARA. Hal ini secara tak langsung merupakan pelanggaran terhadap UU No. 40 Tahun 2008 yang berisi tentang penghapusan diskriminasi terhadap ras dan suku atau etnis.
Selain itu, ujaran kebencian yang disebarkan melalui media sosial merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28 Ayat 2 UU ITE yang berisi tentang penyebaran informasi secara sepihak sehingga dapat memberikan dampak berupa kebencian serta permusuhan antar individu. Hukuman atas pelanggaran pasal 28 Ayat 2 UU ITE yakni pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda sebanyak maksimal Rp1 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 45A Ayat 2.
Sementara itu, pelanggaran terhadap Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dimuat dalam Pasal 45 Ayat 3 UU ITE. Seseorang yang menyebarkan atau memberi akses untuk konten dengan muatan penghinaan serta pencemaran nama baik dihukum penjara selama maksimal empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Baca juga: Mengenal Voice Phising, Jenis Baru Penipuan Online
Dalam dunia digital atau media sosial, ujaran kebencian dapat dilontarkan oleh siapa pun dari berbagai kalangan serta umur, termasuk mereka yang belum cukup umur. Setiap orang yang menyebarkan ujaran kebencian dalam berbagai bentuk dan media, dapat dikenakan hukuman sesuai pasal yang dilanggar sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Namun, ada ketentuan khusus untuk anak-anak yang masih belum cukup umur. Anak-anak yang belum cukup umur dimasukkan dalam kelompok orang yang memiliki akal kurang sempurna. Hal ini termuat dalam KUHP Pasal 44 yang menyebutkan bahwa orang-orang dengan akal yang kurang sempurna atau sakit akal (mental) tidak bisa mendapat hukuman pidana atas apa yang dilakukan.
Dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa mereka yang dapat berkonflik hukum adalah anak-anak dengan usia minimal 12 tahun. Dengan demikian, penyebaran ujaran kebencian yang dilakukan oleh anak di bawah 12 tahun tidak bisa dipidanakan.
Baca juga: Benarkah Kirim SS Chat WA Bisa Melanggar UU ITE?
Ujaran kebencian dapat terjadi kapan pun, di mana pun, dan melalui media apa pun. Bila Anda mendapat ujaran kebencian dan merasakan ketidaknyamanan atas hal tersebut, maka bisa menghubungi TNOS. Sebagai aplikasi konsultasi hukum, TNOS menyediakan layanan chat konsultasi bagai siapa saja yang membutuhkan layanan dan pengamanan terkait hukum baik untuk pribadi ataupun keperluan bisnis. Jangan ragu untuk menghubungi TNOS.
Komentar