Pertimbangan Pajak dalam Pembagian Harta Gono-Gini

18/01/2024

Pertimbangan pajak dalam pembagian harta gono-gini adalah situasi yang mungkin membutuhkan pendampingan ahli hukum. Sebab secara khusus, harta gono-gini tidak diatur pembagiannya oleh hukum negara. Meski demikian, Anda tidak perlu khawatir sebab pembagiannya masih memiliki dasar hukum yang sah. 


Rujukan mengenai pertimbangan pajak dalam pembagian harta gono-gini bisa dimulai dari Undang-Undang Perkawinan. Di mana dalam Undang-Undang itulah disebutkan definisi yang cukup tegas menyebut mengenai adanya harta bersama antara suami-istri atau yang jamak dikenal masyarakat dengan istilah harta gono-gini.


Dalam Pasal 35 UU Perkawinan disebutkan definisi umum harta bersama atau yang dikenal dengan istilah gono-gini atau gana-gini yaitu harta yang diperoleh selama masa perkawinan dan menjadi hak kedua pasangan (bersama).


Pasal 37 UU Perkawinan jo. Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 menyebut pula bahwa sejak UU Perkawinan berlaku sebagai hukum positif, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Oleh karena itu, pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri.


Selain soal definisi, UU Perkawinan hanya menerangkan apabila perkawinan putus (bercerai), harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.


Batasan ini menjadi cukup terbuka. Namun, aturan pembagian sama rata umumnya menjadi acuan paling penting dalam pertimbangan pembagian harta gono-gini, termasuk dalam soal pajak. 


Simak uraian selengkapnya dalam artikel TNOS berikut untuk memahami bagaimana Anda memperoleh pertimbangan pajak dalam pembagian harta gono-gini. Anda bisa juga memanfaatkan layanan Konsultasi Hukum Online Gratis di laman https://tnos.co.id/ untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai harta gono-gini.


Proses Perhitungan dan Pembagian Harta Gono-gini dalam Perceraian


Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurus pembagian harta gono-gini setelah perceraian. Tujuannya adalah memastikan bahwa baik suami maupun istri memperoleh pembagian yang adil terkait harta bersama pasca bercerai. Berikut adalah beberapa cara yang bisa ditempuh dalam mengatur pembagian harta gono-gini tersebut.


1. Perhitungan yang Jelas dan Adil

Pengaturan pembagian harta gono-gini dimulai dengan melakukan perhitungan menyeluruh. Ini melibatkan penghitungan total harta bersama, termasuk aset kredit, barang berwujud, dan barang tidak berwujud. Setelah semuanya dihitung, pembagian dilakukan sesuai kesepakatan bersama. 


Jika ada anak, pembagian akan mengikuti hukum yang berlaku. Jika pasangan suami istri telah membuat perjanjian pra-nikah atau prenuptial agreement yang mengatur hak anak terhadap harta bersama selama masa pernikahan orang tuanya yang akan bercerai.


Penting dicatat bahwa harta gono-gini untuk anak berlaku ketika anak telah berusia 18 tahun atau lebih. Jika usia anak masih di bawah 18 tahun, surat wasiat harus digunakan untuk mengatur pembagian tersebut.


Jika perceraian diajukan oleh pihak istri, ia masih memiliki hak untuk menerima pembagian harta bersama atau harta gono-gini. Hak ini tetap berlaku, terutama jika tidak ada perjanjian pemisahan harta yang telah disepakati sebelumnya antara pasangan tersebut.


Dalam kebanyakan kasus, pembagian harta tetap didasarkan pada prinsip keadilan dan kesepakatan bersama, tanpa memandang siapa yang mengajukan gugatan perceraian.


2. Menjual Aset Harta Bersama

Penjualan aset bersama dapat menjadi solusi untuk mempermudah proses pembagian harta. Ini memungkinkan penentuan jumlah harta yang pasti. Namun, penting dicatat bahwa penjualan aset hanya bisa dilaksanakan jika kedua belah pihak sepakat. Setelah aset terjual, pembagian harta bersama dapat dilakukan secara adil.


Lalu bagaimana jika terdapat aset kredit? Dalam kasus aset yang masih dalam proses kredit, yang belum lunas pada saat perceraian, dapat muncul masalah tanggung jawab pembayaran antara pasangan yang bercerai.


Untuk menghindari saling lempar tanggung jawab, penyelesaiannya umumnya mengacu pada Pasal 31 KHI (Kompilasi Hukum Islam). Pasal ini menetapkan bahwa semua hutang yang timbul selama pernikahan dianggap sebagai kerugian bersama, sehingga kewajiban membayar hutang tersebut menjadi tanggung jawab bersama baik suami maupun istri.


3. Jalur Pengadilan

Pembagian harta gono-gini melalui jalur pengadilan merupakan langkah terakhir yang diambil oleh pasangan yang mengalami perceraian setelah upaya pembagian di luar pengadilan tidak berhasil.


Proses ini melibatkan syarat-syarat berikut: Akta perkawinan, Akta perceraian, Bukti putusan pengadilan, Bukti kepemilikan harta, Kartu e-KTP, Kartu Keluarga, Bukti utang dan piutang selama perkawinan, serta Bukti harta lainnya yang diperoleh selama perkawinan.


Dengan semua bukti lengkap, pasangan dapat mendaftarkan gugatan pembagian harta gono-gini di pengadilan.


Kesimpulan


Pembagian harta gono-gini dapat dilakukan dengan cara membagi rata aset bersama sesuai kesepakatan kedua belah pihak yang akan bercerai. Artinya, baik suami maupun istri akan mendapatkan setengah bagian dari harta bersama.


Hal ini termasuk urusan aset kredit hingga pajak atas harta bersama. Jika proses tersebut tidak dapat ditempuh secara kekeluargaan, tidak ada salahnya mengambil langkah pendampingan ahli hukum.


Manfaatkan layanan Konsultasi Hukum Online Gratis bersama Tim TNOS dengan mengakses https://tnos.co.id/. Dapatkan pertimbangan hukum terbaik untuk setiap masalah hukum yang Anda hadapi.

hukum konsultasi perdata


Komentar

whatsapp